Header Ads

Merenungkan Diri Sendiri: Keindahan Al-Qur'an Surat Al-Ghasyiyah Ayat 17-20

Ustadz Faisal Hasib, imam shalat Idul Adha 1446 H di kampus Darul Iman pesantren Hidayatullah Kebumen, membacakan Al-Qur'an surat Al-A'la dan Al-Ghasyiyah sebagaimana sunnahnya. Al-A'la di rakaat pertama dan Al-Ghasyiyah kedua. Kedua surat dibaca dari awal sampai akhir.

Ada yang menarik namun jarang dipahami serta dirasakan keindahannya, yakni ayat 17-20 pada surat Al-Ghasyiyah. Sebagaimana bunyinya, "Maka apakah kalian tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan? Dan langit bagaimana ditinggikan? Dan bagaimana gunung bagaimana ditegakkan? Dan bagaimana bumi bagaimana dihamparkan?"

"Bagaimana unta diciptakan?" mengarahkan pandangan ke depan, cenderung lurus, tidak ke atas atau ke bawah.

"Bagaimana langit ditinggikan?" mengarahkan pandangan ke atas. Ada pergerakan kepala, mendongak.

"Bagaimana gunung ditegakkan?" mengarahkan pandangan agak lurus ke depan. Ada pergerakan kepala, turun.

"Bagaimana bumi dihamparkan?" mengarahkan pandangan ke bawah. Ada pergerakan kepala ke bawah.

Demikianlah kepala bergerak. Awalnya lurus ke depan, lalu naik, lalu turun, lalu lebih turun lagi. Pergerakan yang teratur, ritmis, satu jenis gerakan dengan potensi menyehatkan. 

Hal lain adalah akhir gerakan, yakni ke bawah. Ini isyarat agar manusia mengingat bahwa kemanapun pandangan, cita-cita, atau keinginan, pada akhirnya seseorang perlu kembali kepada dirinya bahkan kesejatian diri. Sementara kesejatian diri ada di tanah, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Thaha ayat 55, "Dari bumi (tanah) itulah Kami (Allah) menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yang lain."

Bahan dasar penciptaan manusia adalah tanah. Sehingga sangat baik jika manusia memahami karakteristik tanah. Salah satunya memiliki sifat mendinginkan. Ini terlihat pada tembok dan tembikar dari tanah liat. 

Mengingat sifat tanah tersebut, sangat dianjurkan bagi manusia untuk memiliki sifat mudah dingin dan juga mendinginkan. Ia tidak mudah marah, memaafkan, dan mengajak orang lain untuk memaafkan. Bukan berarti melepas semua tuntutan hak adami, tapi memaafkan lebih mengarah pada terlepasnya beban emosi yang berat dalam hati. 

Sifat tanah lainnya adalah menyuburkan tumbuhan. Sementara tumbuhan sangat bermanfaat bagi kehidupan. Mengingat ini, sangat dianjurkan bagi manusia untuk memiliki sifat menyuburkan kebaikan. Di mana dan kapan pun, kebaikan selalu ditebarkan. 

Terakhir tanah merupakan tempat terakhir hidup manusia di dunia ini. Dalam hal ini sangat baik jika manusia sering mengingat kematian. Selanjutnya semangat berbuat baik ditumbuhkan, sedangkan semangat berbuat jahat dan malas ditipiskan bahkan dihilangkan. Hidup diisi dan dihiasi hanya oleh kebaikan demi kebaikan. Tak ada hentinya. 

Wallahu a'lam. 

Diberdayakan oleh Blogger.