Header Ads

Lingkungan Kaya Sumber Belajar Yang Menginspirasi

Ada berbagai macam lembaga pendidikan. Ada sekolah, pesantren, madrasah diniyah, kursus, dan pusat belajar masyarakat. Masing-masing memiliki ciri khas tapi tetap ada kesamaannya, kegiatan belajar mengajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, sejumlah target ditetapkan untuk dicapai. Sebagian besarnya bersifat kognitif. Sebagian lainnya psikomotorik dan afektif.

Sejumlah ikhtiar dilakukan pihak sekolah dan guru. Di kelas, pembelajaran diupayakan efektif. Sedangkan di luar kelas, lingkungan kaya sumber belajar diupayakan hadir.

Secara sederhana, lingkungan dapat dimaknai sebagai apapun yang dirasakan murid dalam kehidupan sehari-hari. Ini mencakup semua indera dan juga perasaan. Sehingga lingkungan kaya sumber belajar dapat dimaknai sebagai apapun yang dirasakan peserta didik dan dapat digunakan sebagai modal belajar.

Lingkungan kaya sumber belajar terdiri dari lingkungan: Fisik, spiritual, intelektual, emosional, dan sosial.


Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik terdiri atas apapun yang dapat diindera peserta didik. Meskipun penglihatan dan pendengaran dominan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, indera lainnya tidak boleh dikesampingkan. Pembau, pengecap, dan peraba memberikan peran yang tidak dapat digantikan indera lain. Sehingga baik sekali jika lingkungan fisik memberikan kesempatan kepada semua indera untuk terlibat.  

Indera penglihatan mendapatkan modal belajar dari lingkungan fisik lewat aneka tampilan. Paling mudah ditemukan adalah warna. Pagar, dinding, tempat duduk, dan mainan semuanya berwarna. Berikutnya tulisan, gambar, dan tayangan.

Dalam hal ini peserta didik perlu mendapatkan pengalaman mendapatkan tampilan yang positif, inpsiratif, dan antisipatif. Wujudnya bisa infografis, poster, ataupun papan petunjuk. Dengan tampilan-tampilan tersebut peserta didik mendapatkan informasi yang menguatkan perilaku baik di satu sisi, dan mengurangi perilaku buruk di sisi lainnya.

Indera pendengaran mendapatkan modal belajar lewat aneka suara. Bisa dikatakan ada suara alami, buatan, dan elektrik. Suara alami dihasilkan makhluk hidup. Suara buatan dihasilkan dari pemicu suara seperti benturan. Sementara elektrik dihasilkan dari pemicu suara dengan bantuan listrik. Contohnya suara manusia, hewan, alat musik, dan bel.

Dalam hal ini, sebagaimana tampilan, suara-suara yang didengarkan peserta didik perlu menguatkan perilaku positif peserta didik. Bacaan Al-Qur’an, Asmaul Husna, shalawat, dan lagu kebangsaan prioritas teratas. Berikutnya puisi, cerita anak, atau nasehat guru.

Indera pembau mendapatkan modal belajar lewat aneka bau. Sebagaimana bebunyian, bau bisa bersifat alami dan buatan. Ada bau yang relatif disukai, ada pula yang tidak. Parfum contoh bau yang relatif disukai. Sementara sampah baunya relatif tidak disukai.

Dalam hal ini, terpenting, peserta didik memiliki pemahaman bahwa bau yang relatif tidak enak berhubungan dengan resiko. Misalnya bau sampah berhubungan dengan bakteri. Sama dengan bau kotoran hewan, selain bakteri, berhubungan dengan terganggunya kebersihan.

Indera pengecap mendapatkan bahan-bahan modal belajar lewat lidah. Sementara indera peraba mendapatkan modal belajar lewat kulit. Keduanya perlu distimulus lewat kegiatan-kegiatan menyentuh dan mengecap makanan.

 

Lingkungan Spiritual

Lingkungan spiritual memberikan modal belajar berupa pengalaman batin yang nyaman dan motivasional. Bagi muslim, masjid merupakan pusat lingkungan spiritual. Karena di masjid, seorang muslim melakukan banyak aktivitas spiritual semisal ibadah dan kajian.

Lingkungan spiritual dapat beririsan dengan lingkungan lainnya. Semisal dengan lingkungan fisik, lingkungan spiritual beririsan pada pemutaran bacaan Al-Qur’an. Misal lainnya kaligrafi pada dinding.

Lingkungan spiritual perlu memperhatikan kebutuhan dan kapasitas peserta didik. Pada pendidikan anak usia dini, misalkan, kaligrafi rumit belum dibutuhkan. Begitu juga bacaan Al-Qur’an 30 juz. Peserta didik lebih membutuhkan bacaan-bacaan doa dan pembiasaan lainnya.

Durasi juga sangat penting diperlukan. Anak usia dini tentu berbeda dengan anak sekolah dasar. Seberapa panjang durasi hendaklah memperhatikan kekuatan standar peserta didik.

Hal lain yang juga sangat penting adalah gaya komunikasi. Hendaklah komunikasi apresiatif dijaga. Sehingga peserta didik merasakan indahnya lingkungan spiritual. Kesukaan menjadi awal betahnya peserta didik dalam menikmati lingkungan spiritual. Berikutnya semoga peserta didik termotivasi.

 

Lingkungan Intelektual

Lingkungan intelektual memberikan modal belajar berupa serangkaian informasi dan alat bernalar. Serangkaian informasi ini mencakup informasi alamiah ataupun sosial. Sementara alat bernalar mencakup nalar asosiasi, analisis, sintesis, dan sejenisnya.

Dengan sejumlah modal belajar yang didapatkan dari lingkungan intelektual, peserta didik dapat menalar cepat suatu informasi untuk kemudian merespon efektif. Peserta didik juga dapat menjelaskan argumentasinya. Pada peserta didik yang sudah matang intelektualitasnya, argumentasi berkemungkinan dijelaskan sistematis.  

Lingkungan intelektual juga beririsan dengan lingkungan lain. Misalkan dengan lingkungan spiritual, motivasi belajar dapat disampaikan saat khutbah Jum’at. Dengan lingkungan fisik, infografis cara-cara belajar merupakan satu prioritas penting.

Lingkungan intelektual dapat diwujudkan dengan pengadaan sumber bacaan, kegiatan literasi dan numerasi, pengadaan lomba, serta diskusi umum. Kesemua lingkungan intelektual ini diimplementasikan secara terbuka dan adil. Setiap orang dapat mengaksesnya.

Satu hal yang perlu menjadi catatan adalah pentingnya mengenali dua model keunggulan, kompetitif dan komparatif. Di satu bidang, setiap peserta didik mungkin berjenjang kemampuannya. Ada juara satu, dua, dan seterusnya. Ini keunggulan kompetitif.

Akan tetapi satu orang peserta didik hampir mustahil memiliki semua keunggulan. Ada saja sisi lemahnya. Sehingga saat dibandingkan, diperoleh kesimpulan bahwa setiap peserta didik memiliki keunggulannya masing-masing. Ini keunggulan komparatif.

Lingkungan intelektual yang suportif memberi ruang keunggulan komparatif. Wujudnya pengadaan aneka lomba. Peserta didik diberikan ruang menunjukkan keunggulannya masing-masing.

Di sisi lain tidak ada ejekan atas satu keunggulan. Bahwa setiap keunggulan penting dalam kehidupan. Hal ini terutama pada keunggulan akademik dan non-akademik.

Zero bullying sangat berperan dalam menguatkan lingkungan intelektual. Setiap peserta didik relatif percaya diri saat dirinya yakin bahwa lingkungan sekitarnya aman. Sehingga setinggi apapun hasil yang diraih, setiap peserta didik tetap memiliki citra positif pada dirinya.


Lingkungan Emosional

Lingkungan emosional memberikan modal belajar berupa pengelolaan aneka emosi, positif ataupun negatif. Diawali dengan pengenalan emosi, peserta didik perlu berkemampuan memberi nama pada emosi. Selanjutnya peserta didik diharapkan mampu membuat respon yang efektif berdasarkan situasi dan kondisi.

Lingkungan emosional, sebagaimana spiritual, dapat beririsan dengan lingkungan fisik. Misalkan ada stiker emosi. Peserta didik diantarkan untuk mengenal emosinya saat itu dan menyampaikannya kepada orang-orang di sekitarnya. Sehingga orang-orang di sekitarnya mampu mengolah komunikasi lebih seksama.  

Misal lain adalah penggunaan lagu. Peserta didik dapat diantarkan gembira dengan lagu yang riang gembira. Lagu ini bisa lengkap dengan musiknya, atau hanya sekedar nyanyiannya.

Lingkungan emosional dapat beririsan dengan spiritual. Misalkan pada kalimat-kalimat thoyibah. Peserta didik mengenal dan mengaplikasikan kalimat-kalimat thoyibah sesuai situasi dan kondisi.

 

Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial memberikan modal belajar berupa keterampilan bersosialisasi dengan baik. Peserta didik merasakan keamanan dan kenyamanan. Luka fisik dan mental hampir mencapai titik nol.

Sebagaimana lingkungan lainnya, lingkungan sosial juga beririsan. Misalkan dengan lingkungan fisik, tampilan dan bebunyian dapat diberi muatan untuk mendukung sosialisasi yang baik. Misal lain dengan lingkungan spiritual, dalil-dalil agama terkait kerukunan sosial disampaikan secara proaktif. 

Adapun dalam kegiatan pembelajaran di kelas, lingkungan sosial positif ditandai dengan kenyamanan diskusi kelas. Peserta didik dapat menyampaikan pendapatnya tanpa ragu dan takut diejek. Jika ada kesalahan, proses perbaikan dilakukan dengan tidak menyakiti hati.

Komunikasi guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, berlangsung baik. Hampir tidak ada kata buruk. Bahkan kalimat-kalimat penguat sering terdengar. Atmosfer positif begitu terasakan di kelas.


 

Lingkungan Kaya Sumber Belajar Yang Menginspirasi  

Saat lingkungan sudah sedemikian kaya sebagai sumber belajar, ada satu hal yang perlu dilakukan guru, yakni ‘menghidupkan lingkungan’. Maksudnya guru mengajak peserta didik berdiskusi terkait lingkungan sekitar peserta didik. Apa maksud dari satu tempelan, atau dari satu bebunyian.

Sebagai penguat, guru dibolehkan mencopot salah satu media visual untuk diperlihatkan kepada peserta didik. Selanjutnya guru dan peserta didik mendiskusikan konten media visual. Adapun media audio, semisal lagu, guru bisa bertanya kepada peserta didik isi lagu sesaat setelah lagu dihentikan. Misal lain bacaan Al-Qur’an, guru bisa bertanya kepada peserta didik isi ayat terakhir dari bacaan Al-Qur’an yang diperdengarkan. Dengan demikian semoga berbagai media tidak hampa makna.  

Selain itu, kiranya perlu guru bertanya, apakah peserta didik merasa aman dan nyaman. Apa yang bisa dilakukan agar lingkungan lebih aman dan nyaman. Siapa sajakah yang perlu terlibat.

Terakhir, peserta didik diberi ruang partisipasi. Peserta didik boleh ikut mengusulkan tema, bahkan mengganti media. Semuanya berbasis musyawarah.

 

Wallah a’lam.   

Diberdayakan oleh Blogger.