Permen: Nggak Sekedar Isinya (Adu Strategi Merek Permen Terkenal)
Terkejut itu pasti. Bagaimana mungkin satu merek permen terkenal akhirnya menjiplak ide merek permen lain hampir 100%?
Ceritanya siang itu ada kumpulan kecil-kecilan. Seorang teman membawa permen. Karena tidak ada kudapan sama sekali, bolehlah permen dinikmati.
Awal permen diambil, hati bertanya-tanya, ini permen merek apa? Warnanya terasa asing. Tapi ada kata-kata ungkapan di bungkus bagian belakang.
Hati langsung menebak, ini permen Kis. Tapi tunggu dulu, Pemirsa. Ternyata ini permen Relaxa.
Lama tak bertemu Relaxa, saya juga jarang konsumsi permen, ada rasa kaget, "Kayaknya beda banget bungkusnya."
Akhirnya searching jadi tindak lanjut. Ternyata kemasan Relaxa, yang menurut saya baru, tidaklah baru. Bahkan sudah ada skripsi yang membahas kata-kata ungkapan di Kis dan Relaxa. Tahun yang tertulis 2017.
Satu hal yang membuat heran, Relaxa banting stir untuk kemasannya. Tidak ada lagi kemasan Relaxa sebagaimana awal rilis. Adanya Relaxa yang mirip dengan Kis.
Sebelum bahasannya lebih jauh, mari sedikit membandingkan dengan Fox. Fox sedikit meniru Kis, ada kata-kata ungkapan di kemasannya. Bedanya kata-kata ungkapan itu dibuat dan dikirim oleh netizen, lengkap dengan foto dan akun pengirimnya.
Sementara kemasan Kis dan Relaxa memuat kata-kata ungkapan yang genrenya sama: Bahasa gaul. Kata-kata ungkapan ini relate dengan kehidupan anak-anak remaja dan dewasa awal, sesuai dengan target pasarnya. EYD, maaf, tidak berlaku di sini.
Kira-kira mengapa Relaxa banting stir untuk kemasannya? Mari kita perdalam.
Pertama, persaingan produk permen ketat sekali. Banyak sekali produk permen yang beredar di pasaran. Sebagiannya entah berizin edar atau tidak.
Kedua, rentang usia konsumen permen lebar sekali. Anak-anak hingga dewasa mengonsumsi permen, sedikit atau banyak. Sehingga segmentasi diperlukan, minimal segmentasi usia.
Ketiga, permen masih jadi salah satu opsi kudapan. Di kotak snack, permen masih sering ditemukan. Di teller dan CS bank, oh jangan tanya, Saudara. Permen seakan jadi sajian wajib, seakan sudah SOP.
Dari tiga poin ini, mau tidak mau, Relaxa harus memilih: Tetap diedarkan dengan konsep awal atau mempertajam konsepnya?
Akhirnya...
Relaxa memilih mempertajam konsepnya, walaupun menjiplak pesaingnya. Karena cuan jadi muaranya. Konsep yang terlalu umum membuat segmentasi menjadi umum, pemasaran dan penjualan semakin sulit.
Di sisi lain Relaxa sudah punya kekuatan distribusi lewat grup Kapal Api. Jaringannya sudah mapan. Head to head dengan Mayora Indah sang produsen Kis sebanding lah, imbang.
Dapat dikatakan Relaxa tidak main konyol. Oke, di satu sisi ada menjiplak kemasan pesaing. Di sisi lain ada kekuatan distribusi yang sudah kuat. Bahkan bukan tidak mungkin kekuatan distribusinya semakin kuat.
Akhirnya marilah mencatat sejumlah pelajaran sebagai kesimpulan.
Pertama, segmentasi yang terlalu luas bisa mempersulit pemasan dan penjualan.
Kedua, checking terhadap minat konsumen perlu dilakukan berkala, jangan sampai minat konsumen terus menurun. Jika dibiarkan keuangan usaha berpotensi melemah.
Ketiga, checking terhadap kekuatan usaha juga perlu dilakukan. Karena kekuatan yang akan membentuk opsi-opsi strategi.
Keempat, checking situasi pesaing tidak boleh dilupakan. Strategi dan kemasan pesaing, dua poin utama yang wajib dibedah berkala. Grup diskusi fokus disilakan untuk dibentuk, jika dirasakan perlu.
Kelima, pengelolaan komunikasi kepada publik harus ciamik dong. Relaxa aja nggak terlihat punya beban tuh (sorry ya, ngeledek dikit).
Aplikasi di Strategi Persekolahan
Persekolahan semakin seru. Adu strategi semakin sengit. Pricing, oh jangan ditanya, seperti ada perlombaan menaikkan biaya sekolah. Anomalinya beberapa sekolah laris saat biayanya naik. Packing juga tidak kalah sengitnya. Semakin banyak sekolah yang memberi pengalaman sensori menakjubkan. Demikian seterusnya.
Kita masih menunggu, mungkinkah titik jenuh di persekolahan masih jauh? Semoga.
Berkaca pada lima pelajaran dari strategi repacking Relaxa, mungkin poin-poin berikut bisa dipertimbangkan sekolah-sekolah.
- Kenali dan pertajam segmentasi, baik secara geografis ataupun demografis.
- Terus lakukan pengukuran minat konsumen secara longitudinal, lalu temukan pola khasnya.
- Terus teliti situasi keuangan sebagai perimbangan atas minat konsumen. Jangan sampai keuangan melemah.
- Simulasikan situasi pesaing. Miliki data mereka secara lengkap. Jika mungkin, buatlah forecasting.
- Komparasikan keunggulan dan kelemahan antarsekolah. Kumpulkan keunggulan-keunggulan, lalu konstruksikan ulang.
- Kemas ulang komunikasi kepada publik.
Wallah a'lam.
Dufo Abdurrahman (tukang ngelihat barang-barang di retail)
.gif) 


 
 
Post a Comment