Empati Menentukan Posisi: Bekal Dai di Society 5.0 Era
Saat bersedekah ada ucapan sebagaimana disampaikan Al-Qur'an
surat Al-Insan ayat 9, “Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanya
untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.”
Sementara itu ada juga ucapan sebagaimana disampaikan
Al-Qur'an surat Yasin ayat 47, “Apakah kami akan memberi makan kepada
orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberi mereka makan,
tiadalah kalian melainkan dalam kesesatan yang nyata.”
Ada juga ucapan lainnya. Akan tetapi marilah membatasi hanya
dua ucapan. Karena keduanya mengandung makna yang benar tetapi tidak dengan
kebaikannya.
Ucapan pertama jelas kebenarannya bahkan jelas pula
kebaikannya. Situasinya pas. Bahwa orang yang memberi hanya ingin balasan dari
Allah ta'ala.
Sementara ucapan kedua mengandung kebenaran. Akan tetapi
situasinya tidak pas. Ketika ada orang yang minta makan dengan sangat butuh,
mengapa diberi ceramah? Bukankah sangat menyakitkan seseorang yang ditolak
dengan dalil agama?
Di sinilah empati bicara. Empati akan menentukan posisi:
Posisi memberi kebaikan ataukah rasa sakit?
Sungguh banyak ayat tentang empati. Misalkan Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 128, “Sungguh seorang rasul telah datang kepada kalian dari kaum kalian sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
'Berat terasa olehnya penderitaan kalian’ mengisyaratkan
empati yang sangat dalam. Bagaimana hari demi hari Baginda Rasulullah shallallah
'alaih wa sallam mendoakan dan memikirkan jalan keluar atas kesulitan umat
beliau. Cakupannya bukan hanya satu jenis kesulitan, tapi semua, ya duniawi ya
ukhrawi, jasadi ataupun ruhi.
Baginda Rasulullah shallallah 'alaih wa sallam
menunjukkan empati yang luar biasa. Maka umatnya perlu meniru beliau. Empati
perlu ditumbuhkan dalam diri dan keluarga muslim.
Empati tidak selalu berakhir dengan pemberian solusi. Akan
tetapi empati menjaga agar situasi tetap jernih. Harapannya masalah tidak
semakin berat.
Akan jauh lebih baik jika empati memiliki arah. Karena empati tanpa arah berpotensi menghalalkan seluruh solusi. Padahal dalam kehidupan manusia ada satu hal yang sangat perlu dipertimbangkan, yakni dampak ukhrawi.
Keputusan yang diambil dengan pertimbangan dampak ukhrawi
akan senantiasa mengingat halal-haram. Mungkin sesuatu yang haram bisa meringankan
saat ini, tapi kadang hanya sesaat. Konsekuensi masa depan bisa amat panjang
dan berat.
Di sinilah pembinaan iman diperlukan sebelum badai masalah
dan derita datang. Para dai perlu menyiapkan orang-orang agar terus dekat
kepada Allah ta’ala. Sehingga saat masalah dan derita mendera, ikatan
Allah ta’ala dan hamba telah terbentuk. Doa, rintihan, emosi, akal, dan
jasad, semuanya diikatkan hamba lebih kuat. Di sini ada harapan situasi tetap
jernih. Bahkan solusi hadir segera.
Akan tetapi jika seseorang terlanjur mengalami masalah dan
derita berat tanpa kedekatan dengan Allah ta’ala sebelumnya, menjadi
tugas dai untuk menjaga empati. Kemudian perlahan ada dialog agar pikiran logis
dan syar’i terjaga. Satu lagi yang penting, doa yang tulus. Semoga Allah ta’ala
berikan hidayah dan berbagai kemudahan.
Society 5.0 Era
Di era ini, society 5.0, pengetahuan bisa dikatakan sudah
tersebar termasuk keislaman. Terkadang yang diperlukan orang-orang bukanlah
pengetahuan seorang dai. Mereka lebih butuh empati dari sang dai.
Dalam satu dua kasus, empati individual jauh lebih dibutuhkan. Satu tantangan dai saat ini adalah menemukan solusi syar’i atas masalah individu demi individu. Pengetahuan yang luas atas berbagai pendapat fiqih dan juga kaidah-kaidahnya diperlukan dai. Semoga di era ini dai terus bisa mensosialisasikan Islam sebagai rahmat. Sekali lagi, itu diawali empati yang syar’i, berdampak baik untuk kehidupan ukhrawi.
Wallah a’lam.
Post a Comment