Header Ads

Cinta

Lihatlah rak buku di hadapan. Telusurilah satu demi satu bukunya. Lalu berhentilah di rak yang berisi buku-buku sastra.

Dapatlah dengan mudah ditemukan, cinta satu tema di hampir semua karya sastra. Ada cinta yang dramatis, ada pula kocak. Ada yang berakhir bahagia, tak sedikit berakhir duka.

Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari, cinta kerapkali mewarnai. Obrolan orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak tak jarang berputar pada tema cinta. Utamanya relasi lelaki dan perempuan.

Satu, dua, hingga beberapa obrolan membincangkan cinta dalam keluarga. Orangtua kepada anak, atau sebaliknya anak kepada orangtua. Tak ketinggalan cinta antarsaudara. Betapa cinta dibutuhkan untuk saling peduli dan menguatkan.

Sangat jarang ada perbincangan tentang cinta yang melibatkan Allah ta'ala dengan manusia. Jika pun ada, sebatas bincangan permukaan, masih jauh dari kedalaman. Terkesan hanya untuk menenangkan jiwa yang sedang galau nan penuh kesedihan.

Padahal dalam waktu pertama, Al-Qur'an surat Al-'Alaq ayat 1-5 sebagaimana dikaji dalam Sistematika Wahyu, cinta Allah ta'ala sedemikian kuat dan terjaga. Dengan cinta-Nya, sperma dan sel telur diantarkan bertemu. Sebagiannya berlanjut menjadi segumpal darah. Lalu segumpal darah itu dijaga hingga tumbuh dan lahir menjadi bayi.

Bayi itu kemudian diajari untuk mengenali ibunya, diajari pula bagaimana memenuhi kebutuhan perutnya. Tak ketinggalan ia diajari cara memberitahu orang-orang dewasa sekitarnya bahwa ia memiliki kebutuhan. Terus begitu, ia diajari hingga menjadi manusia yang relatif kuat.

Cinta-Nya, sekali lagi, kuat dan terjaga. Cinta-Nya dapat diibaratkan sebuah jalan untuk ditapaki manusia, dari awal sesosok lemah hingga menjadi kuat. Ibarat lain cinta-Nya semisal tangga, mengantarkan manusia menuju keunggulan. Semakin hari, posisinya semakin tinggi.

Oleh karena itu hendaklah cinta-Nya menjadi inspirasi indah para pujangga. Bahwa cinta-Nya menjadi jalan sekaligus energi agar manusia semakin baik dalam kehidupannya. Bahwa cinta-Nya meniupkan kelembutan demi kelembutan, menjelma selayak selimut bagi jiwa agar senantiasa hangat dalam dinginnya keputusasaan. Cinta-Nya juga bisa menjelma menjadi mata air yang mengusir dahaga kala panas stres menerjang.

Akan tetapi, memang, tidak semua pujangga mengangkat cinta-Nya sebagai inspirasi dalam karya. Apatah lagi mereka orang awam yang paham hanya sedikit cinta. Akibatnya cinta-Nya kerapkali dilupakan.

Cinta-Nya baru diingat manakala kesulitan sedemikian mendera, saat tak ada kata terucap, tak ada pintu terbuka. Cinta-Nya menjadi opsi terakhir. Padahal cinta-Nya opsi di setiap jengkal kehidupan.

Maka begitu banyak manusia menjadi tuna cinta. Hidupnya hampa. Arahnya juga tak jelas.

Hendaklah manusia kembali menuju cinta-Nya, memeluk untuk tak melepaskannya lagi. Ia pun melangkah lebih pasti. Apapun yang terjadi tak terasa berat lagi, asal cinta-Nya masih terpancar dalam pergiliran siang dan malam.

Wallahu a'lam.


#MenghidupkanSW 

Diberdayakan oleh Blogger.