Organisasi Yang Nyaman
Saat ujian nasional dengan berbagai istilahnya masih
berlaku, di tahun ketiga bersekolah, murid SMP dan SMA diminta tidak lagi
mengurusi OSIS. Alasannya agar mereka fokus pada ujian. Organisasi dianggap bisa
menguras energi dan waktu.
Demikian pula sebagian orangtua kepada anak-anak
mereka yang menempuh studi di perguruan tinggi. Mereka meminta agar anak-anak
mereka tidak usah berorganisasi. Alasannya sama. Organisasi dianggap menyita
waktu dan pikiran. Studi bisa terbengkalai.
Di situasi lain bapak atau ibu terlihat semakin sibuk
saat masuk organisasi. Perhatian ke rumah tangga berkurang. Keluarga kurang
terurus.
Akan tetapi tidak semua situasi seperti itu. Banyak juga penggiat organisasi terlihat
semakin dinamis. Hidup diri dan keluarganya juga semakin baik. Kontribusi
kepada masyarakat meningkat.
Pertanyaannya, jika ada kesalahan konsepsi, dimanakah
kesalahannya? Berikut penjelasannya.
Organisasi dapat didefinisikan sebagai kumpulan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Dua orang atau lebih ini bisa lintas golongan, agama, dan suku. Sebagiannya bersifat kemitraan, namun sebagian besar bersifat hierarkis. Sementara itu, tujuannya mencakup banyak hal. Namun secara umum pembagiannya dua, laba dan nirlaba.
Dikarenakan tujuan organisasi mencakup laba dan
nirlaba, hampir seluruh kehidupan manusia saat ini dilingkupi organisasi.
Organisasi di komunitas yang bersifat nirlaba hanya satu bagian dari
organisasi. Akan tetapi citra organisasi begitu melekat pada organisasi
nirlaba. Saat orang menyebut organisasi, bayangan yang ada hampir bisa
dipastikan mengarah kepada organisasi nirlaba.
Persoalan yang muncul adalah kompensasi. Pada
organisasi laba/profesional, ada kompensasi yang diterima. Sementara itu, pada
organisasi nirlaba, hampir tidak ada kompensasi finansial. Dalam hal ini pengaturan
yang baik diperlukan, individual ataupun komunal. Secara individual, pengurus
diharapkan sudah memiliki dukungan finansial, penghasilan sendiri ataupun
suplai orang lain. Sementara secara komunal, diharapkan ada ikhtiar penggalangan
dana agar keuangan organisasi dapat disanggah.
Nah, belum semua organisasi nirlaba memperhatikan
aspek keuangan. Sehingga sumber daya pengurus terkuras. Sudahlah waktu dan
pikiran terkuras, dana pengurus juga terpakai.
Di sisi lain manajemen organisasi belum baik. Salah
satunya pada rapat, sifatnya insidentil dan reaktif. Rapat terselenggara karena
ada masalah. Padahal jauh lebih baik jika rapat bersifat periodik serta
proaktif. Maknanya rapat terselenggara dengan jadwal tetap. Materi rapat lebih
banyak diarahkan kepada perencanaan pengembangan dan antisipasi masalah.
Sehingga rapat menghasilkan gerakan ke depan.
Lebih buruknya kadang secara tidak sadar organisasi
mengalienasi dirinya. Hal ini timbul dari kebijakan organisasi yang lahir tanpa
memikirkan faktor internal dan eksternal sekaligus. Jauh lebih baik jika
pengurus organisasi menyusun kebijakan dengan memperhatikan empat hal: Visi
organisasi, keyakinan organisasi, isu global, dan regulasi. Sehingga organisasi
terhubung dan berbaur dengan masyarakat bahkan bisa berkontribusi.
Di sisi yang lain lagi, kebijakan-kebijakan organisasi
belum diturunkan secara sistemik. Harusnya rapat pengurus atau pimpinan organisasi menghasilkan
kebijakan strategis. Berikutnya kebijakan strategis dirincikan dalam kebijakan
teknis, berikutnya dalam prosedur-prosedur. Tahapan-tahapan ini perlu dilalui
dengan akuntabel. Harus bisa dipastikan tidak ada prosedur yang menyelisihi kebijakan
di atasnya.
Hal lain ada satu problem yang cukup mendasar, yakni orientasi
anggota organisasi. Anggota organisasi biasanya diorientasikan untuk setia
kepada organisasi, bukan nilai-nilai sesuai keyakinan organisasi. Sehingga
anggota organisasi berpotensi untuk teralienasi dengan lingkungan sosialnya. Inilah
awal ketakutan sejumlah pihak untuk mengikutkan anggota keluarganya kepada
organisasi, terutama nirlaba. Adapun kepada organisasi laba atau tempat kerja,
sebagaimana telah disampaikan, keluarga masih berkemungkinan mengizinkan anggotanya
untuk terlibat. Karena ada kompensasi.
Jika organisasi mengorientasikan anggotanya kepada nilai sesuai keyakinan organisasi, maka anggota akan diantarkan untuk memiliki pemahaman terhadap nilai. Proses ini melahirkan kegiatan belajar dan pendampingan. Sehingga pengembangan diri anggota terus berjalan. Selain itu, pelaksanaan nilai memungkinkan tindakan-tindakan mulia di keluarga dan lingkungan. Kenyamanan tercipta. Hubungan antarmanusia relatif harmonis.
Jauh lebih baik jika anggota organisasi tidak hanya
dibekali hard skill tapi juga soft skill. Karena pengelolaan
organisasi sehari-hari menguras segenap energi anggota organisasi termasuk
emosi. Penguatan ibadah dan pengelolaan stres harus dilatihan dengan bertahap
kepada anggota. Sehingga anggota kuat menghadapi berbagai tekanan. Bahkan jika
memungkinkan anggota dilatih kepemimpinan secara bertahap. Agar keberlangsungan
kepemimpinan organisasi dapat berjalan. Semoga organisasi berumur panjang,
semakin maju, dan berkontribusi positif kepada masyarakat.
Wallahu a’lam.
Fu'ad Fahrudin, Alumni Hidayatullah Institute Angkatan 10.
Post a Comment