Header Ads

Sekilas Tentang Silaturahim

Rasulullah shallallah 'alaih wa sallam bersabda,

من أحب أن يبسط له فى رزقه وأن ينسأ له فى أثره فليصل رحمه (متفق عليه)

"Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah menyambung silaturahim.” (H.R. Bukhari Muslim)

 

Ada poin-poin penting yang perlu dikaji dari hadits tersebut.

  1. Keutamaan
  2. Sasaran
  3. Derajat
  4. Prioritas Utama

 

Keutamaan

Para ulama berbeda pendapat, apakah jatah rezeki dan umur bisa ditambahkan padahal sudah ditetapkan di alam janin? Haditsnya,

إن أحدكم يجمع خلقه فى بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم يكون علقة مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح ويؤمر بأربع كلمات بكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أوسعيد (متفق عليه)

“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhghah) selamat empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh, serta diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (H.R. Bukhari Muslim)

 

Sebagian ulama berpendapat, jatah rezeki dan umur tidak bisa ditambah. Penambahan rezeki dan perpanjangan umur dimaknai sebagai barakah. Sehingga rezeki dan umur digunakan pemiliknya di jalan kebaikan, buahnya pahala yang banyak dari Allah ta’ala.

Sebagian ulama berpendapat, jatah rezeki dan umur bisa ditambah. Ketetapan Allah ta’ala tentang keduanya bisa Dia ubah sesuai kehendak-Nya. Firman-Nya,

“Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (Terjemah Q.S. Ar-Ra’d: 39)

 

Menyikapi perbedaan pendapat tersebut, seorang muslim tidak perlu galau. Karena kedua pendapat tersebut sama baiknya. Ujungnya seorang muslim akan mendapatkan banyak pahala dan kasih sayang Allah ta’ala, jika senantiasa menyambung silaturahim.

 

Sasaran

Tiga klasifikasi kerabat:

  1. Kerabat yang tidak boleh dinikahi.
  2. Kerabat yang saling mewarisi.
  3. Kerabat saling mewarisi ataupun tidak.

Luasan kerabat dalam silaturahim sampai mana? Para ulama tidak memberikan batasan yang jelas. Di sisi lain, ada perintah Allah ta’ala kepada Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam,

“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (Terjemah Q.S. Asy-Syu’ara: 214)

 

Memenuhi perintah tersebut, Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam mengundang kerabat beliau dari Bani Hasyim. Mereka pun hadir. Namun saat beliau akan bicara, Abu Lahab memotong. Dia pun berkata, “Mereka itu adalah paman-pamanmu dan para sepupumu. Bicaralah dan tinggalkanlah menganut agama baru.”

Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam juga menyeru Bani Fihr, Bani Adi, dan Bani Ka’b di bukit Shafa. Beliau menyampaikan peringatan kepada kerabat beliau. Lagi-lagi Abu Lahab menentang seruan beliau. Abu Lahab berkata, “Celakalah engkau sepanjang hari ini. Apakah hanya untuk ini engkau kumpulkan kami?”

Maka ketika itulah Al-Qur’an surat Al-Lahab turun.

Bani Hasyim merupakan keluarga besar Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam di tingkat buyut. Sementara Bani Fihr, Bani Adi, dan Bani Ka’b keluarga besar beliau di tingkat yang lebih tinggi lagi. Ini menunjukkan kerabat terdekat bukan hanya kerabat mahram dan kerabat saling mewarisi.   

Kemudian dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallah 'alaih wa sallam bersabda kepada para sahabat,

ستفتحون مصر وهي أرض يسمى فيها القيراط فاستوصوا بأهلها خيرا ذمة ورحما (رواه مسلم)

“Suatu saat kalian akan menaklukkan Mesir, satu negeri yang di dalamnya banyak disebut nama qirath. Maka hendaklah kalian memberikan wasiat agar berbuat baik kepada penduduknya. Karena sesungguhnya mereka memiliki hak perlindungan dan kekerabatan.” (H.R. Muslim)

 

Kekerabatan yang dimaksud adalah kekerabatan Nabi Ibrahim alaihissalam dan Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam dengan bangsa Mesir. Kekerabatan ini terjadi lewat pernikahan. Nabi Ibrahim alaihissalam menikah dengan Ibunda Sarah, sedangkan Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam dengan Ibunda Maria.

Beberapa ibrah menarik dari hadits tersebut antara lain. Pertama, Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam mengingatkan para sahabat radhiyallah ‘anhum tentang figur Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, baik sebagai sesepuh bangsa Arab maupun umat Islam. Kedua, pernikahan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam dijadikan satu kekerabatan umum, yakni antara beliau berdua dengan bangsa Mesir. Ketiga, walaupun tidak menentang dakwah Islam, bangsa Mesir belum muslim saat Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam bersabda. Tapi hal ini tidak menghalangi hak kekerabatan bangsa Mesir. Keempat, para sahabat radhiyallah ‘anhum diminta tidak semena-mena kepada bangsa Mesir saat penaklukan Mesir terjadi. Mereka diminta memperhatikan kekerabatan umum tersebut. Kelima, para sahabat radhiyallah ‘anhum yang memiliki hubungan darah dengan kedua nabi mulia ini, otomatis memiliki kekerabatan umum juga dengan bangsa Mesir.

Dari paparan tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa cakupan kekerabatan bisa sangat luas. Cakupannya bisa sampai kakek, buyut, bahkan lebih tinggi. Tidak hanya sesama muslim, kekerabatan juga mencakup non-muslim dengan catatan tidak memerangi Islam dan kaum muslimin. Tentu perlakuan silaturahim kepada muslim dan non-muslim berbeda.

Dengan demikian silaturahim bisa sangat luas. Tidak seluas hanya satu garis keturunan tertentu. Bahkan silaturahim bisa dilakukan sesama anak Adam ‘alaihissalam. Karena seluruh nasab bersambung kepada beliau.

Secara berurutan, prioritas silaturahim ada pada kerabat yang mahram. Selanjutnya kerabat yang saling mewarisi. Selanjutnya kerabat lebih luas lagi, dan seterusnya.

Bagaimana dengan silaturahim berbasis komunitas atau antarkomunitas? Berdasarkan pemaparan yang ada, ini diterima sebagai satu bentuk silaturahim. Apalagi tujuannya menciptakan islah, ukhuwah, dan ta’awun, baik bersifat imani ataupun adami.

  

 Derajat

Silaturahim memiliki derajat yang berbeda-beda. Ada wajib dan mustahab. Wajib ketika tanda-tanda putusnya silaturahim terlihat. Di bawah situasi tersebut bersifat mustahab.

Wujud silaturahim yang paling penting adalah menghindari tidak bicara satu sama lain, harus ada salam dan kalam. Salam diwujudkan dengan doa dari jauh, titip salam lewat orang lain, ataupun menyalami (mengucapkan salam dan bersalaman) secara langsung. Kalam diwujudkan dengan kata-kata yang tidak menyakiti, bahkan memberi motivasi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها (رواه البخارى)

“Orang yang menyambung silaturahim bukanlah orang yang membalas kebaikan satu sama lain, tapi menyambung kekerabatan yang diputus.” (H.R. Bukhari)    

 

Hadits ini tidak menafikan (menolak) pentingnya membalas kebaikan. Akan tetapi hadits ini menampilkan kesempurnaan silaturahim. Bahwa selain membalas kebaikan, silaturahim perlu dilakukan dalam rangka menyambung kembali silaturahim yang putus.

Secara khusus silaturahim kepada non-muslim, perihal salam perlu diperhatikan. Jika mungkin, seorang muslim tidak memulai salam kepada non-muslim. Sabda Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam,

لا تبدؤوا اليهود والنصارى بالسلام (رواه مسلم)

“Janganlah kalian memulai salam kepada Yahudi dan Nashrani.” (H.R. Muslim)

 

Saat bertamu, mungkin bisa seorang muslim menggunakan kata semisal ‘Permisi’ atau ‘Kulo nuwun’. Intinya kata yang digunakan merupakan suatu kelaziman dalam satu komunitas. Sehingga ada saling nyaman.

Adapun saat bertemu, hendaklah seorang muslim tidak menyapa duluan. Jika pun terpaksa, kata semisal ‘Pagi’ atau ‘Hai’ bisa digunakan. Intinya kata sapaan yang lazim.

Saat seorang non-muslim memberikan salam, jawabannya ‘wa ‘alaikum’, sesuai sabda Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam,

إذا سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعلكيم (متفق عليه)

“Jika seorang ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) memberikan salam, maka jawablah ‘wa ‘alaikum’.”

 

 

Prioritas Utama  

Orangtua prioritas utama sasaran silaturahim. Karena, sebagaimana masyhur diketahui, ridha Allah ta’ala tergantung ridha orangtua. Anak yang jauh bersilaturahim dengan mengunjungi. Saat berkunjung, sang anak perlu menampilkan sikap baik dan lembut. Adapun anak yang dekat atau serumah bersilaturahim dengan sikap baik dan lembut berketerusan. Sabar perlu ditumbuhkan dalam diri sang anak. Karena bisa jadi orangtua membuat perilaku yang menyusahkan.

Saat orangtua berperilaku atau menyuruh sesuatu yang keluar dari agama, maka anak-anak perlu mengingatkan dengan baik dan lembut. Langkah lain anak-anak bisa meminta orang lain yang lebih otoritatif untuk menasehati orangtua. Tentu saja, langkah paling penting, doa kepada Allah ta’ala.  

 

Wallah a'lam.

Fu’ad Fahrudin


 

Referensi

  • Shafwatut Tafasir
  • At-Tafsir Al-Muyassar
  • Riyadhush Shalihin
  • Dalilul Falihin Lizhuruq Riyadhish Shalihin
  • Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
  • Ibanatul Ahkam Syarh Bulughil Maram
  • Minhajul Muslim
  • Ar-Rahiq Al-Makhtum Bahtsus Siratin Nabawiyah 

Diberdayakan oleh Blogger.