Header Ads

Gerak Simultan Yang Bertumpu pada Tazkiyah (Catatan Seminar Lintas Ormas di Rakerwil Hidayatullah DIY - Jateng Bagian Selatan 2025)

Sabtu, 4 Januari 2025, DPW Hidayatullah DIY – Jateng Bagian Selatan menyelenggarakan seminar bertajuk Strategi Kaderisasi Gerakan Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah di Era Society 5.0

Diselenggarakan sebagai pembuka Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) V Hidayatullah DIY – Jateng Bagian Selatan, seminar dirasakan penting karena zaman bergerak cepat. Teknologi informasi merombak begitu banyak kebiasaan manusia. Disrupsi muncul di mana-mana. Di sisi lain, kaderisasi dakwah ahlussunnah wal jama’ah harus terus berjalan.

Seminar menghadirkan empat pembicara dari empat ormas berbeda. Ada Dr. H. Nashirul Haq, Lc., M.A., ketua umum DPP Hidayatullah. Ada Dr. H. Muhajir, M.Si., sekretaris PW NU DIY. Tidak ketinggalan Dr. H. Yayan Suryana, M.Ag., wakil ketua PW Muhammadiyah DIY. Satu nama lagi Drs. H. Masruri, ketua DPW DDII DIY.

Dr. H. Nashirul Haq, Lc., M.A. pembicara pertama mengungkapkan konsep tarbiyah nabawiyah yang perlu dijalankan secara istiqomah. Merujuk salah satunya pada Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 2, ada tiga poros tarbiyah nabawiyah: Tilawah, tazkiyah, ta’lim. 

Ketiganya perlu berjalan simultan. Namun di zaman ini, tazkiyah perlu lebih ditekankan. Karena dengan tazkiyah, hati lebih dimungkinkan untuk bersih, demikian pula adab tertata. Sehingga berbagai problematika relatif mudah diselesaikan.  

Hal lainnya adalah proaktivitas dai dan muballigh. Bahwa di era ini keduanya diharapkan lebih proaktif mendekati generasi muda. Dialog dibangun. Caranya menyesuaikan.

Sementara itu Dr. H. Yayan Suryana, M.Ag. mengungkapkan potensi terjadinya fragmentasi otoritas keagamaan, sebuah istilah yang menggambarkan diabaikannya tokoh dan cendekiawan agama yang otoritatif oleh sebagian besar umat. Posisi para tokoh dan cendekiawan ini digantikan selebritis media sosial. Di sisi lain, lokalitas kelompok keagamaan juga muncul. Problemnya kelompok ini cenderung terpisah dari komunitas besar yang sifatnya global.

Sebagai solusi atas fenomena ini ada tiga hal yang perlu dilakukan secara simultan. Pertama, penguatan struktural lembaga keagamaan. Kedua, penguatan kultural. Ketiga, lebih menghubungkan ajaran keagamaan dengan realitas kehidupan.

Pembicara ketiga Drs. H. Masruri mengungkapkan fenomena mutakhir di dunia persekolahan. Menurutnya banyak orangtua yang memasukkan anak-anaknya di sekolah Islam agar anak-anaknya terselematkan dari jahiliyah. Namun sedikit sekali orangtua yang bercita-cita agar anaknya terlibat dalam aktivitas keagamaan. 

Oleh karena itu orangtua harus terus diedukasi. Agar mereka siap melibatkan diri dan anak-anak mereka dalam dakwah. Dengan demikian persekolahan Islam memberikan dampak nyata pada kaderisasi sekaligus dakwah ahlussunnah wal jama’ah.

Terakhir Dr. H. Muhajir, M.Si. menyampaikan berbagai jalur kaderisasi bisa ditempuh oleh lembaga-lembaga keagamaan. Ada jalur struktural. Ada fungsional. Bahkan mungkin profesional. Jalur-jalur ini perlu terus diaktifkan. Sehingga kaderisasi terjaga baik.

Dalam kaderisasi, ada dua pokok yang perlu diinternalisasikan, yakni mahabbah (kecintaan) dan ta’ah (ketaatan). Bahwa nantinya kader mencintai organisasi sekaligus taat. Sehingga kecintaannya melahirkan ketaatan, dan ketaatannya dilandasi kecintaan. Gerakannya menjadi sungguh-sungguh.

Lebih jauh lagi ada baiknya para pengurus lembaga keagamaan mengambil peran strategis, tidak lagi teknis. Para pengurus lembaga perlu berpikir solutif atas isu-isu strategis semisal pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan peningkatan standar kesehatan. Hal-hal teknis bisa diserahkan kepada para kader.

Tazkiyah, sebagaimana disampaikan Dr. H. Nashirul Haq, Lc., M.A., perlu diperhatikan. Karena tazkiyah membangun kultur kepedulian antarkader. Selain itu, berkaca pada para ulama terdahulu, tazkiyah melipatgandakan kemampuan dalam menguasai berbagai cabang ilmu.

Dari keempat pembicara tersebut, kiranya dapat dirumuskan beberapa poin sebagai strategi kaderisasi gerakan dakwah ahlussunnah wal jama’ah di era society 5.0.  


1.  Proaktivitas dai dan muballigh perlu ditingkatkan. Dai dan muballigh perlu mengamati dan menggunakan cara-cara terbaru dalam menyentuh anak muda. Strategi online dan tatap muka perlu ditempuh semuanya, dengan tetap memperhatikan aspek syar’i dan kemampuan yang ada. Dalam menguatkan proaktivitas, sinergi perlu dibangun. Dai dan muballigh tidak bergerak sendiri, tapi sistemik dan sistematis, internal dan antarormas Islam.

2.  Penguatan struktural lembaga keagamaan, dalam hal ini ormas Islam, perlu diperhatikan. Secara internal, lembaga keagamaan diisi pengurus yang penuh kecintaan dan ketaatan. Salah satu tumpuannya pada tazkiyah. Adapun secara eksternal, lembaga keagamaan eksis di masyarakat. 

3.  Penguatan kultural tidak bisa dikesampingkan. Masyarakat perlu didekati melalui media-media yang sudah dikenal baik. Muatan-muatan menarik dan inspiratif dihadirkan. Semoga ketertarikan muncul. Perlahan-lahan kesadaran masyarakat meningkat.

4.  Ormas Islam diharapkan lebih mendekatkan ajaran agama dengan kehidupan nyata masyarakat. Ada solusi-solusi keagamaan yang dilahirkan. Ormas Islam diharapkan dapat melakukan kajian lebih mendalam. Ini dimungkinkan jika para pengurus ormas Islam mengambil peran strategis, sementara peran teknis diserahkan kepada kader.

5.  Para kader dan juga masyarakat umum diarahkan lebih banyak pada proses tazkiyah. Agar hati lebih bersih dan adab tertata. Karena perkembangan teknologi informasi memungkinkan tersebarnya pengetahuan. Sementara tazkiyah tidak bisa dilakukan teknologi informasi tersebut. Di sisi lain, tazkiyah merupakah ikhtiar antisipasi manusia dalam menghadapi stres tinggi di era kini. Dengan stres yang terkendali, semoga hidup lebih berkualitas.

6.  Hubungan tazkiyah dan ta’lim dipererat. Bahwa tazkiyah menjadi dasar berjalannya proses ta’lim dengan baik. Tazkiyah tidak berhenti sebagai peribadatan tapi ditransformasikan sebagai motivasi menguasai keilmuan yang lebih luas. Sehingga kebermanfaatan seorang muslim lebih berlipat.  

7.  Dalam konteks mikro, persekolahan Islam telah menjalankan perannya dengan baik dalam mendidik anak-anak Islam. Berikutnya peran ini ditingkatkan dengan mendidik orangtua. Agar kesamaan pemikiran antara organisasi Islam, sekolah, dan orangtua terbangun. Sinergi lebih mudah terwujud.


 

Demikian tujuh strategi yang berhasil dicatatkan, semoga menjadi inspirasi gerakan-gerakan dakwah ahlussunnah wal jama’ah di era society 5.0. Sehingga dakwah lestari. Islam tetap mewarnai perikehidupan dari masa ke masa. Wallah a’lam.


Fu’ad FahrudinSekretaris DPW Hidayatullah DIY – Jateng Bagian Selatan.  

Diberdayakan oleh Blogger.