Mencegah Lelah Berorganisasi
Salah satu musibah organisasi adalah kelelahan kader dalam berorganisasi. Indikasinya pertemuan jarang terjadi. Jikapun ada dan sudah terjadwal, sedikit sekali kader yang hadir.
Sebagian
kader juga malas berbincang tentang organisasi. Tak ada respon bahkan terkesan
menghindar. Namun jika ada bahasan lain, obrolan jadi hidup. Situasi
menghangat.
Ada
lagi situasi yang lebih ekstrem, menghindari sekedar bertemu sesama kader. Ada
rasa yang sangat berat. Tapi tak jelas, apakah rasa dongkol, jijik atau yang
lain. Hanya enggan saja yang terasa.
Jika
kemudian bincangan terjadi, maka ada fenomena mengangkat organisasi lain tapi
menjelekkan organisasi sendiri. Organisasi lain terlihat bagus, organisasi
sendiri terlihat jelek. Apapun pembelaan dari organisasi sendiri ditolak.
Pokoknya tak ada yang beres.
Sekali
dua kali ada celetukan, ingin pindah organisasi. Tapi celetukan ini hanya
tinggal celetukan. Tak ada tindak lanjut sama sekali. Seakan-akan diri terhibur
setelah bicara seperti itu. Tak peduli orang lain kesal atau menyepelekan.
Kelelahan organisasi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, ada perasaan jenuh terhadap organisasi. Terasa organisasi jalan di tempat atau malah mundur. Sementara itu seorang kader atau anggota tak memiliki daya dan otoritas untuk mengikhtiarkan sesuatu. Ia hanya bisa merasa.
Kedua,
perbedaan budaya yang semakin kentara. Seseorang masuk organisasi dengan
harapan ada komunitas yang baik. Ia pun mendapatkannya. Di sisi lain ia merasa
ada perbedaan budaya. Misalkan ia terbiasa tepat waktu, sementara pengurus lain
ngaret. Awalnya ia bertahan, namun tak kuat seiring waktu berjalan.
Ketiga,
ada konflik antarkader, baik seorang kader terlibat atau hanya sebagai
pengamat. Tadinya ia dapat bertahan tapi kemudian lelah. Sejengkal lagi mungkin
ia memilih pindah organisasi.
Keempat,
kompetensi pemimpin yang minim. Sehingga organisasi tak tentu arah, tak jelas
juga pengelolaan. Semuanya amburadul. Tak betah para kader di organisasi ini.
Suara-suara sudah disampaikan, tapi sang pemimpin tak kunjung memperbaiki diri.
Akhirnya apatis jadi sikap sosial.
Sebagai
langkah antisipasi kelelahan berorganisasi, hendaklah pemimpin organisasi dan
timnya memahami manusia secara utuh. Aspek spiritual, emosial, sosial,
finansial, dan fisik dilihat secara utuh. Tidak bisa manusia dilihat
spiritualnya saja, aspek lainnya diabaikan. Begitu juga aspek keuangannya saja,
misalkan. Demikian seterusnya.
Oleh karena itu pengelolaan dan pengembangan kader juga harus utuh. Kader perlu diasah seluruh aspeknya. Berbagai program dibuat selaras dan seimbang. Sehingga kader tumbuh sebagai pribadi utuh.
Pengelolaan
dan pengembangan kader ini menyentuh semua level. Pemimpin tertinggi
organisasi, menengah, hingga anggota, semuanya merasakan pengembangan diri.
Tidak harus porsinya sama. Tapi pemerataan wajib.
Selanjutnya
pengurus organisasi perlu memastikan keamanan dan kenyamanan kader. Bullying
diminimalisir. Terutama pemimpin tertinggi organisasi, zero-bullying kode etik prioritas.
Karena
kader beragam. Ada yang tahan dengan bullying, ada yang sensitif. Semakin minim
bullying, semoga situasi organisasi semakin melegakan.
Dalam
hal ini, perlu selalu ada semacam forum untuk saling menguatkan. Bahwa
antarkader memiliki peran untuk menjaga kenyamanan situasi. Jangan sampai ada
perasaan bahwa sensitivitas terhadap bullying itu berlebihan. Kesannya
mengejek.
Lebih lanjut kegiatan-kegiatan silaturahim sangat baik untuk dihidupkan. Boleh antarindividu, boleh juga satu rumah dikunjungi beramai-ramai. Ada saling kenal, saling paham, saling memaklumi, saling doa, sekaligus saling memaafkan. Keluarga saling kenal dilanjutkan saling dukung agar anggota keluarga semua kader berkembang baik.
Sebagai topangan seluruh kegiatan ini kiranya manajemen dan keuangan organisasi diperhatikan oleh pengurus. Bagaimana keuangan organisasi didapatkan dari kader dan sumber lain, lalu diberikan kembali kepada para kader. Dengan demikian mereka merasakan kebaikan organisasi.
Pengurus
organisasi perlu menghindari sikap pelit kepada kader. Insya Allah dukungan dari kader bisa
tumbuh bahkan dengan sedikit stimulus. Sebaliknya tanpa stimulus apapun dari
organisasi, kader bisa menjauh.
Pengurus
organisasi diharapkan mampu mencari sumber-sumber keuangan di luar kader.
Bentuknya bisa fundraising ataupun usaha ekonomi produktif, tergantung potensi
yang ada. Tergantung pula faktor resiko, mana yang paling kecil.
Keterampilan
berorganisasi perlu terus dipupuk. Membaca buku, diskusi antarpengurus, mengikuti pelatihan, dan
lain-lain harus dilalui. Melelahkan, iya, namun insya Allah hasilnya akan
manis.
Sebagai
kata penutup sekaligus kesimpulan bahwa organisasi
kumpulan manusia. Membangun organisasi berarti membangun manusia. Seluruh
infrastruktur hanyalah pelengkap, intinya tetaplah manusia. Manusia penggerak
organisasi, juga yang digerakkan. Semakin kuat pemahaman pengurus organisasi
terhadap manusia semakin lebar kemungkinan dinamika organisasi. Sebaliknya
semakin kecil kemungkinan musibah-musibah organisasi terutama kelelahan kader.
Wallahu a’lam bishshawab.
Fu'ad Fahrudin,
Alumni Hidayatullah Institute Batch 10.
Post a Comment