Pesan Mujahadah dalam Iqro' Bismirabbik
Dalam wahyu yang pertama kali turun,
manusia mendapatkan sejumlah pesan dari Allah ta’ala. Salah satunya, Allah
ta’ala mengajari apa-apa yang tidak diketahui manusia dengan pena. Manusia
tidak disuapi pengetahuan begitu saja. Alat dan usaha diperlukan.
Bukan berarti Allah ta’ala tidak mampu
untuk menyuapkan atau memasukkan ilmu dalam diri manusia. Dia Maha Kuasa.
Apapun bisa dilakukan.
Jika Allah ta’ala menginginkan manusia berupaya
dengan alat yang dimiliki, tentu ada hikmah di baliknya. Minimal agar manusia
bermujahadah dalam menggapai pengetahuan. Bila kemudian diperlebar, agar
manusia bermujahadah dalam menggapai atau membangun berbagai kebaikan.
Tanpa mujahadah, sulit manusia menggapai
atau membangun apa-apa. Karena tantangan sedemikian banyak. Internal dirinya
sendiri memberikan tantangan. Ada keraguan, ketidakpercayadirian, dan ketakutan
diolok-olok. Sementara eksternal, ada banyak pihak yang mungkin meragukan
bahkan ingin menghancurkan kebaikan apapun yang dibangun.
Oleh karena itu, mujahadah perlu dibangun
sejak awal. Bukan hanya dengan kata, tapi sistem turut membangunnya. Sedemikian
rupa, sehingga saat siapapun masuk dalam sistem, mujahadah perlahan dibangun.
Jika kemudian hidup merupakan
pembelajaran, maka seyogyanya, manusia dikondisikan untuk bermujahadah sejak
lahir. Sehingga saat dewasa, terbiasalah ia untuk bermujahadah.
Betapa dapat dirasakan berbagai problema
hidup mendera. Manusia pun ditantang untuk mencari solusi. Tanpa mujahadah,
sangat sulit manusia menemukan solusi untuk berbagai problema tersebut.
Di sisi lain ada tipe manusia yang malas
mujahadah. Memang mereka berenergi, beraktivitas, dan membangun. Akan tetapi,
arahnya keburukan. Sehingga jauhlah ini dari mujahadah.
Sebagian dari mereka memiliki karakter
permusuhan. Mereka ingin agar kebaikan punah. Biarlah dunia ini diisi dengan
kemalasan mujahadah, kemalasan ibadah. Nafsu puas itulah yang utama.
Setan mendukung. Semakin kuatlah upaya
mereka. Semakin kuat pula pertentangan mereka kepada kebaikan.
Bisa dikatakan ini sunnatullah. Ada
manusia yang buruk, ada baik. Pertentangan dapat terjadi sewaktu-waktu.
Dengan mujahadah yang telah terbentuk,
pecinta kebaikan dapat kokoh berdiri menghadapi pertentangan. Bahkan pecinta
kebaikan dapat memberikan pencerahan-pencerahan. Semoga pertentangan bisa reda,
berganti dengan cinta.
Bila pertentangan hadap-berhadapan tak
bisa dihindarkan, insan-insan mujahadah menghadapi dengan baik. Mereka bergulat
namun tidak melebihi batas. Batas-batas tetap dipegang.
Ketika kalah, mereka sabar dan terus
membangun kekuatan kembali. Jika menang, mereka mengayomi. Tidak ada dalam
kamus mereka, upaya untuk menghancurkan. Sekali lagi ada batas-batas yang terus
diperhatikan.
Inilah generasi kuat, generasi yang lahir
dari penjiwaan pesan-pesan Qur’aniyah. Generasi itu masih sangat mungkin untuk
terus dibangun. Syaratnya pesan-pesan Qur’aniyah masih terus dihidupkan.
Wallahu a’lam. (fu’ad fahrudin)
Post a Comment