Header Ads

Makna Kemerdekaan dalam Logika Sederhana


     Saat seseorang memakai sandal yang tidak pas, baik di ukuran maupun posisi kaki, kemungkinan besar rasa tidak nyaman muncul. Bisa ditebak, sang pemakai ingin segera lepas sandal atau menggantinya. Semakin lama sandal tidak pas tersebut dipakai, sang pemakai merasa semakin tidak nyaman.

Ada sedikit perasaan terkungkung bahkan tersiksa dengan memakai sandal yang tidak pas tersebut. Jika pemakaian sandal ini dipaksakan, perasaan terkungkung semakin menekan. Selanjutnya perasaan sedih, frustasi, dan marah bisa muncul. Ada keinginan untuk melawan keterkungkungan yang melanda.

Saat kemudian sandal yang tidak pas berhasil diganti, saat itulah perasaan senang dan nyaman datang. Bahkan kelegaan bisa juga hadir. Dalam redaksi lain, rasanya kemerdekaan datang.

Dari logika sederhana tersebut, dapat dipahami bahwa keterkungkungan lahir dari ketidakpasan. Lalu perasaan terjajah muncul. Ditambah lagi dengan paksaan, perasaan tersiksa kemudian muncul. Beratlah sudah perasaan yang ada.

Sementara deskripsi kemerdekaan adalah kebalikannya. Ia lahir dari sesuatu yang pas. Jika ada variabel kebebasan memilih, tetap ada patokan yang menjadi standar. Tidak ada kebebasan mutlak atas nama kemerdekaan.

Oleh karena itu, filosofi kemerdekaan perlu dibincangkan ulang. Betul, ada variabel kebebasan semisal kebebasan menentukan nasib diri sendiri. Akan tetapi tetap ada batasan dalam kebebasan menentukan nasib diri sendiri.

Jika kemerdekaan diartikan kebebasan mutlak, maka kemungkinan besar akan ada tabrakan-tabrakan. Misalnya kebebasan mendengarkan musik, jika suaranya disetel terlalu keras, kemungkinan ada pihak lain yang terganggu.

Itu baru contoh hubungan antarmanusia. Sementara manusia juga berhubungan dengan penciptanya. Jika manusia mengartikan kemerdekaan dengan bebas memilih sesembahan, maka ada kemungkinan ia salah jalan. Pencipta yang seharusnya dijadikan sesembahan malah diabaikan, sedangkan pihak lain disembah dan diangungkan. Jelas, ini salah jalan.

Akibat salah jalan, manusia bisa tidak bahagia. Di dunia ia bingung, tidak bahagia pula. Sementara di akherat, ia takut luar biasa. Karena siksa di depan mata.

Patut direnungkan firman pertama Allah ta’ala, Q.S. Al-Alaq: 1-5. Di firman tersebut, Allah ta’ala menyebutkan beberapa hal esensial: siapa manusia, siapa pencipta manusia, apa yang menjadi hak dari pencipta, dan bagaimana ada keterhubungan antara manusia dengan penciptanya.

Semua hal esensial tersebut memberikan arah kepada manusia untuk menentukan ukuran utama dalam kehidupan dunia. Hal lain akan bersifat opsional, dengan tetap merujuk pada ukuran utama ini. Dalam kalimat lain, seseorang harus memilih Allah ta’ala sebagai sesembahan. Ketaatan terhadap aturan-Nya juga ditegakkan. Selebihnya dalam hal opsional semisal pekerjaan seorang manusia bebas memilih.

Inilah kemerdekaan, sesuatu yang dirindukan. Dengan pemahaman yang pas, semoga rindu menemukan telaga bahagianya. Sehingga dahaga rindu terobati. Wallahu a’lam. (Fu’ad Fahrudin)

Diberdayakan oleh Blogger.