Header Ads

Mengenal Tanda Fluktuasi Iman


SEBAGAIMANA arus listrik, iman bisa mengalami naik dan turun atau mengalami fluktuasi. Karena itu diperlukan penjagaan agar terus berjalan stabil.

Iman menjadi sumber energi bagi seorang mukmin untuk bergerak menyemai kebaikan, kebenaraan dan keindahan dalam kehidupan. Iman juga energi untuk mencegah kejahatan, kebatilan dan kerusakan di muka bumi.

Iman pula yang merubah individu menjadi baik. Ujungnya, dengan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan masyarakat sehingga membentuk masyarakat yang baik.

Pengaruh iman terhadap individu Muslim yang kaya menjadi dermawan; yang miskin mampu menjaga kehormatan dan harga diri dari sikap meminta-minta; yang berkuasa mampu berbuat adil; yang kuat menjadi penyayang; yang cerdas menjadi rendah hati; yang bodoh menjadi pembelajaran; begitu seterusnya. Intinya, iman membentuk individu Muslim menjadi lebih baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat (umat).

Yang perlu dipahami adalah bahwa iman mengalami fluktuasi, naik dan turun. Iman dapat bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Oleh karena itu, pelaku dosa dari kalangan orang yang beriman tidak sama dengan orang yang tidak melakukannya, namun ia juga tidak dikeluarkan dari keimanan. Pelaku dosa tersebut dikatakan mukmin yang minim (lemah) iman (mu’min naqishul iman), atau orang mukmin dengan keimanannya dan fasik dengan dosanya (mu’min bi imanihi wa fasiq bi kabiratihi).

Ahlussunnah memandang bahwa keimanan dan dosa besar bisa berkumpul dalam diri seseorang tanpa ia keluar dari keimanannya selama dosa besar tersebut bukan dosa syirik, tetapi ia juga tidak lagi sempurna keimanannya akibat melakukan dosa tersebut. Bertolak dari konsep fluktuasi iman, orang yang beriman berada pada tingkatan yang berbeda-beda.

Diantara mereka, terdapat orang yang memiliki keimanan sempurna, seperti para nabi dan para shiddiqin; juga ada yang imannya sedang; dan ada pula yang sangat kurang. Ahlussunnah mengklasifikasi orang yang beriman secara global menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat dzalim linafsihi, muqtashid, dan sabiqun bil-khairat sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran.

ثُمَّ اَوۡرَثۡنَا الۡكِتٰبَ الَّذِيۡنَ اصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۚ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٌ لِّنَفۡسِهٖۚ وَمِنۡهُمۡ مُّقۡتَصِدٌ ۚ وَمِنۡهُمۡ سَابِقٌۢ بِالۡخَيۡرٰتِ بِاِذۡنِ اللّٰهِؕ ذٰلِكَ هُوَ الۡفَضۡلُ الۡكَبِيۡرُؕ

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS: Fathir [35]: 32).

Untuk mengetahui seseorang dikatakan beriman atau tidak, tidak bisa hanya melihat pengakuannya saja. Para ulama mengatakan “Iman adalah membenarkan di dalam hati (at Tashdiqu bil qalbi), diucapkan dengan lisan (qaulun billisan), dan dibuktikan dengan amal anggota tubuh (amalun bil arkan wal jawarih).
Berikut hal-hal yang dapat meningkatkan keimanan, karenanya seorang Muslim harus berupaya untuk melakukan hal-hal tersebut agar keimanan tetap terjaga dengan baik.

Pertama, ilmu

Menambah ilmu merupakan jalan untuk meningkatkan keimanan. Ilmu dalam hal ini adalah ilmu mengenal Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan ayat-ayat-Nya.

الَّذِيۡنَ يَذۡكُرُوۡنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوۡدًا وَّعَلٰى جُنُوۡبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُوۡنَ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
الَّذِيۡنَ يَذۡكُرُوۡنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوۡدًا وَّعَلٰى جُنُوۡبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُوۡنَ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ilmu mengenai Rasulullah ﷺ termasuk akhlak, syariat yang dibawanya, memahami perjalanan hidupnya dalam ibadah dan muamalah, termasuk dalam memahami Kitabullah dengan segala isinya.

Kedua, amal

Keimanan akan semakin kuat dengan memperbanyak amal shaleh dan melakukan ketaatan. Sedangkan sedikit amal shaleh dan tenggelam dalam nafsu syahwat akan sangat mudah melemahkan iman.

Ketiga, dzikir

Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat dan keagungan-Nya, membaca firman dan ayat-ayat-Nya. Dzikir dapat melestarikan keterpautan hati dengan Sang Pencipta. Sebaliknya, kurang dzikir akan menimbulkan kelalaian dan lupa kepada Allah SWT.

Allah berfirman bahwa di antara sifat-sifat orang yang beriman adalah selalu berdzikir dalam berdiri, duduk, dan berbaring.

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS: Ali Imran [3]: 191).

Keempat, fikir

Sedangkan fikir adalah berusaha untuk senantiasa melihat ciptaan Allah dengan merenungi makhluk-makhluk-Nya, memperhatikan ayat-ayat dan mukjizat-Nya. Sebab di antara bagian dari iman kepada Allah adalah menyadari keagungan-Nya, kekuasaan-Nya, kemuliaan sifat-Nya, dan keagungan pekerjaan-Nya. Kesadaran itu akan muncul dengan cara melihat kekuasaan Allah, dengan cara berfikir dan mengambil pelajaran.

Jika seorang mukmin istiqamah melakukan upaya di atas maka akan senantiasa stabil keimanannya sehingga tetap semangat dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ujian.*/H. Imam Nur Suharno, Pengurus Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Rep: Admin Hidcom
Sumber : www.hidayatullah.com

Diberdayakan oleh Blogger.