Maksiat Menutup Ketaatan Hamba
Ketika itu Imam Syafi’i mengadukan pada gurunya Waki’. Beliau berkata, “Wahai guruku, aku tidak dapat mengulangi hafalanku dengan cepat. Apa sebabnya?” Gurunya, Waki’ lantas berkata, “Engkau pasti pernah melakukan suatu dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali!”
Imam Syafi’i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa yah dosa yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliau pun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya [ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya]. Lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya.
Lantas keluarlah sya’ir yang diucapkan di atas. Inilah tanda waro’ dari Imam Asy Syafi’i, yaitu kehati-hatian beliau dari maksiat. Beliau melihat kaki wanita yang tidak halal baginya, lantas beliau menyebut dirinya bermaksiat. Sehingga ia lupa terhadap apa yang telah ia hafalkan.
Hafalan beliau bisa terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun sudah mempengaruhi hafalan beliau. Bagaimana lagi pada orang yang senang melihat wajah wanita, aurat mereka atau bahkan melihat bagian dalam tubuh mereka?!
Sungguh, kita memang benar-benar telah terlena dengan maksiat. Lantas maksiat tersebut menutupi hati kita sehingga kita pun sulit melakukan ketaatan, malas untuk beribadah, juga sulit dalam hafalan Al Qur’an dan hafalan ilmu lainnya.
#Haris
Post a Comment